Home » » Antara Kamera dan Cinta

Antara Kamera dan Cinta


Pagi yang cerah untuk mengawali hari ini dengan bersekolah sebagai siswi SMA Nusa kelas 10 C.

Ditemani oleh teriknya mentari, sejuknya angin di pagi hari, dan secangkir kopi hangat di meja kantin sekolah. Sambil meneguk kopi hangat dan tanpa sadar telah hanyut dalam lamunan layar kaca handphone yang di dalamnya terselip foto seorang lelaki tampan idamanku selama ini. Lelaki tampan itu namanya Aris Al-Gusti, dia adalah murid SMA Bangsa kelas 11 yang cukup populer, dia dikenal sebagai pemain basket yang jago dan fotografer handal. Aku mengenalnya dari salah satu teman bbm yang membroadcast pin bb dia yang akhirnya aku invite dan berlanjut untuk aku mem-follow twitternya dan add facebooknya sampai ke akun social media lainnya. Meskipun aku belum pernah bertemu dengannya langsung padahal kami tinggal di kota yang sama, meskipun berbeda sekolah dan aku pun belum pernah berkenalan secara resmi dengannya meskipun aku tau namanya. Ya biarlah aku terus menjadi pengagum rahasianya tanpa ada orang lain yang tau selain Tuhan dan sahabatku Hanna.

Baru saja aku terhanyut dalam lamunan dan meneguk secangkir kopi hangat itu, kedatangan sahabatku Hanna justru mengagetkanku.
“Nina!!” teriakkan yang tak asing lagi bagiku, sudah pasti itu Hanna.
“Apa sih, Han? Bikin kaget aja tau gak.” Ucapku lalu menaruh cangkir kopi itu di atas meja.
“Ngapain coba lo masih diem disini sambil mandang foto cowok idaman lo itu? Kenapa lo gak pergi aja buat liat langsung cowok itu daripada cuma liat dari foto?” sindir Hanna.
“Gue harus ketemu dia dimana? Ngeliat dia sekali aja belum pernah selain di foto.”
“Duh.. lo itu ketinggalan jaman atau kudet (kurang update) sih? Cowok idaman lo itu sekarang lagi ada disini, di lapangan basket sekolah kita dan bentar lagi sekolah dia bakalan tanding basket lawan tim sekolah kita. Ayo buruan! Tunggu apa lagi!” belum sempat aku merespon perkataan Hanna, ia sudah menarik tanganku kencang-kencang dan berlari menuju lapangan basket.

Pertandingan basket seperti ini memang sangat biasa di kalangan anak-anak sekolah karena acara seperti ini memang dilakukan setiap tahunnya dan inilah saat yang disukai seluruh siswa, dimana setiap acara ini diselenggarakan seakan pelajaran sekolah terlupakan dan dihentikan sementara waktu. Pertandingan baru saja dimulai, anak-anak bersorak mendukung tim sekolah SMA Nusa.

Hanna pun malah ikut-ikutan bersorak, sedangkan aku hanya terdiam tak tau apa yang harus aku lakukan. Rasanya otakku berhenti berfikir dan jantungku seakan berhenti berdetak karena tak menyangka dapat bertemu dengan lelaki tampan itu, apalagi ini adalah kali pertama aku bertemu dengannya. Hanna menyuruhku agar aku ikut menyemangati cowok idamanku itu, awalnya aku malu dan takut tapi ku coba memberanikan diri.
“ARIS!!! SEMANGAT YA KAMU PASTI BISA!!” teriakku kencang.
Aris pun menoleh ke arahku lalu membalasnya dengan senyuman manis. Tak ku sangka ia tersenyum padaku, sontak saja senyumku pun ikut mengembang bebas. Salah satu teman Aris justru memberi tau Aris jika ada salah satu perempuan SMA Nusa yang berteriak namanya di antara teman-temannya yang bersorak menyemangati tim SMA Nusa.
“Ris, lo liat deh itu ada cewek anak SMA Nusa yang nyemangatin lo di antara temen-temen lainnya yang nyemangatin tim sekolahnya sendiri, gak nyangka lo cukup popular juga disini.” Ucap salah satu teman basket Aris.
“Ah loe bisa aja bro! udah fokus main aja.” Bisik Aris.
Pertandingan berakhir dan dimenangkan oleh SMA Nusa. Sampai anak-anak tim basket SMA Bangsa pulang pun tak ada respon apapun dari Aris, padahal aku sudah menyemangatinya sampai suaraku hampir habis rasanya, tenggorokan pun rasanya kering. Ada perasaan kecewa karena tak mendapat simpati dari Aris, tapi ada juga rasa senang saat mengingat senyuman manis Aris yang ditujukan padaku. Sepulang sekolah, aku langsung merebahkan diri di kamar, melepaskan semua beban yang ada rasanya sangat nyaman. Beruntung saja, selama seminggu kedepan akan libur jadi aku tak perlu pusing-pusing memikirkan tugas sekolah karena ada acara olahraga yang diselenggarakan tersebut jadilah seluruh siswa diliburkan. Hari ini adalah hari pertama aku dan keluargaku akan pindah rumah, pindah ke sebuah perumahan komplek. Ayah dan Ibu memang sengaja memilih rumah di sebuah komplek agar aman, karena rumahku yang lama ini letaknya ada di pinggir jalan raya jadi terkadang banyak asap kendaraan dan debu yang masuk, yang membuat mimisanku sering kambuh.

Keesokan paginya, aku menyusuri jalanan sekitar komplek untuk berjalan-jalan sambil melihat suasana komplek baru itu sambil membawa kamera digital untuk mendapatkan momen-momen baru yang akan aku temukan disini. Aku menemukan sebuah taman depan komplek yang tempatnya sangat bersih dan asri. Aku pun menyegerakan duduk lesehan di atas rumput taman itu sambil memotret bunga-bunga taman yang indah bermekaran.

Aris pun sedang tinggal menginap di rumah sepupunya di satu komplek yang sama denganku, tepatnya rumah itu berada persis di depan rumah baruku. Aris memang anak tunggal jadi wajar jika ia merasa kesepian di rumah jadi ia sering menginap atau sekedar bermain-main di rumah sepupunya ini. Aris pun sering berjalan-jalan di sekitar komplek dan biasanya suka berduduk santai di taman depan komplek. Dan di waktu yang bersamaan itu pun, tak sengaja Aris sedang mencari objek foto yang bagus melalui lensa kameranya, sampai ia menangkap sebuah momen lewat kameranya dimana saat aku sedang memotret bunga di taman. Ia merasa puas dengan hasil fotonya ini, belum pernah ia merasa sepuas ini setelah mendapatkan objek foto yang bagus. Ia sangat mengakui bahwa objek difotonya itu sangatlah cantik dan indah. Ia lalu terus mencoba menangkap kembali momen yang indah dan menjadikan aku sebagai objek fotonya, saat ia melihat kameranya dan mencoba memotretku lagi tapi aku melihat ke arah lensa kameranya, segera saja ia bersembunyi dan menyelinap agar tidak ketahuan. Karena aku merasa ada yang telah memotretku secara sembunyi-sembunyi, aku mencoba mencari dan mendekat ke arah orang tersebut. Namun, begitu aku mendekat untuk melihatnya lebih dekat, ia justru sudah tidak ada. Jadilah, aku penasaran dengan orang itu. Aku tak tau jika itu adalah Aris, cowok idamanku itu. Setelah itu, aku pun memutuskan untuk pulang ke rumah.

Dengan perasaan senang, Aris buru-buru ke rumah dan langsung menemui sepupunya, Mas Adit. Untuk memberi tau kejadian apa yang baru saja menimpanya, ia bertemu dengan seorang bidadari cantik dan itu adalah objek foto terindah yang pernah ia lihat. Mas Adit bingung, tak percaya, dan tak mengerti yang dimaksud oleh adik sepupunya itu. Langsung saja Aris menunjukkan foto-foto tersebut pada mas Adit. Sekarang, mas Adit baru tau dan mengerti bahwa yang dimaksud oleh Aris itu adalah Nina, tetangga barunya. Segera saja, Aris tidak sabar untuk segera meminta sepupunya itu mengenalkan perempuan ini padanya. Mas Adit hanya geleng-geleng kepala melihat perubahan tingkah yang aneh pada sepupunya ini.

Malamnya, mas Adit dan Aris datang ke rumahku membawa sebuah parcel kecil yang berisi banyak coklat, mereka sengaja datang ke rumahku untuk sekedar berkenalan dan ngobrol. Awalnya, aku sangat kaget begitu melihat Aris ada di depan rumahku dan tak ku sangka ia justru datang ke rumahku bersama mas Adit. Tubuhku rasanya menjadi beku seketika, bibirku bergetar, tangan dan kaki ku serasa panas dingin, aku sendiri pun bingung harus bersikap bagaimana di hadapannya. Mereka pun akhirnya menjelaskan keinginan mereka untuk datang kemari. Kami bertiga pun berkenal dan ngobrol di paviliun depan rumahku.
“Hai. Kamu tetangga baru kan disini? Aku tetangga baru kamu, itu rumahnya di depan rumah kamu hehe.” ucap mas Adit mencoba untuk akrab.
“Hai juga. Oh iya iya.”
“Sebenernya niat kami datang kesini mau kenalan, sebenernya sih yang ngebet pengen kenalan itu sepupu aku, ini orangnya.” Kata mas Adit menunjuk kepada Aris. Aris langsung menginjak kaki mas Adit yang dinilai telah salah bicara.
“Kenalin, aku Adit dan ini Aris sepupu aku yang lagi nginep di rumah aku.”
“Oh iya, aku Nina.”
“Namanya secantik orangnya.” Ucap Aris pelan yang sedikit samar ku dengar.
“Oh iya, ngobrolnya di paviliun aja biar lebih enak. Ayo!” ajakku.
Setelah bercengkrama dan cerita cukup lama, barulah aku tau kalau yang tadi siang itu adalah Aris yang memang sengaja memotretku tanpa sepengetahuan diriku. Ada secercah harapan dalam hati dan pertanyaan yang terbesit dalam dada, mungkinkah Aris menyukaiku?
Setelah kembali bercerita-cerita ternyata Aris pun masih mengingat dan hafal betul wajahku ini, bahkan dia masih ingat kalau cewek SMA Nusa yang kemarin pagi menyemangatinya itu adalah aku. Betapa senangnya hati ini serasa ingin terbang jauh ke angkasa.
“Kayaknya kita pernah ketemu deh sebelumnya. Tapi dimana yah?” ucap Aris sambil mengingat. Aku sengaja terdiam, mengetes kemampuan ingatannya.
“Oh iya aku inget, kamu cewek anak SMA Nusa yang kemarin nyemangatin aku kan waktu pertandingan basket. Iya kan?” ucap Aris memastikan.
“Heh Ris! Geer banget sih lo jadi orang, jangan asal ngomong deh.” Bisik mas Adit yang juga terdengar olehku.
“Hmm.. iya emang bener kok itu emang aku yang waktu itu nyemangatin kamu.” Ucapku sedikit ragu.
“Tuh kan berarti aku gak salah lagi dong.”
“Pede banget sih lo Ris!” bisik mas Adit yang lagi-lagi menyindir Aris.

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 10 malam, mas Adit dan Aris pun memutuskan untuk pulang dan berjanji esok akan datang kembali. Tentu saja aku mengamini niatannya tersebut. Hingga aku masuk dalam rumah pun, aku langsung menghempaskan tubuhku di atas kasur rasanya ingin benar-benar terbang begitu tau Aris sangat menyukaiku sebagai objek fotonya, rasanya seperti mimpi tapi ini bukan mimpi. Lalu, aku menyempatkan diri untuk menelepon Hanna hanya untuk sekedar memberi tau berita bahagia ini, Hanna saja masih tak percaya, mungkin ia mengira bahwa aku ini hanya menghayal tapi tentu saja ini kenyataan. Sampai akhirnya tengah malam barulah aku menutup teleponku yang sedari tadi masih asik saja ngobrol dengan Hanna. Karena letih, dengan cepat pun aku langsung terbawa kealam tidur.

Paginya, aku kembali pergi ke taman dekat komplek untuk sekedar mencari hiburan dengan mengabadikan momen indah saat bunga-bunga masih segar bermekaran dengan bintik-bintik tetesan air embun semalam menjadikannya lebih indah, lebih hidup dan lebih berwarna. Ternyata tanpa ku sadari, Aris kembali mencuri-curi momen untuk memotret dengan kameranya, mengabadikan kecantikkanku yang katanya mengalahkan bunga-bunga yang ada di taman tersebut. Tapi untuk kali ini, Aris ketahuan sedang memotretku secara diam-diam. Aku pun langsung menghampirinya dan akhirnya kami berdua malah saling cerita ngalor-ngidul (kesana-kemari). Saat sedang asik bercerita, tiba-tiba aku bersin dan hidungku mengeluarkan darah yang itu artinya aku mimisan (lagi). Dengan sigap, Aris langsung mengambil saputangan miliknya dari saku dan mengusapnya pada hidungku yang telah banyak mengeluarkan darah.
“Nina, hidung kamu berdarah!” ucap Aris lalu segera mengusapkan darah itu dengan saputangannya.
“Gapapa Ris, ini cuma mimisan biasa kok.”
“Biasa gimana? Kamu udah cek ke dokter belum?” ucapnya sedikit panik.
“Udah, dulu udah pernah cek ke dokter kok katanya cuma mimisan biasa kalau kena debu. Nanti juga darahnya berhenti sendiri kok.”
Setelah darahnya telah berhenti mengalir, Aris mengantarku sampai depan rumah barulah dia juga pulang ke rumah mas Adit.

Besoknya, aku sekedar duduk-duduk di paviliun sambil minum secangkir capucinno hangat dan mengingat-ingat kembali kejadian malam itu sewaktu Aris mengajakku berkenalan dengan datang langsung ke rumahku. Otakku seperti memutar kembali kejadian-kejadian itu yang hampir membuatku lupa diri. Samar-samar aku mendengar suara seseorang yang memanggil namaku, aku pun menoleh dan mencari-cari keberadaan orang tersebut. “Nina!” ternyata itu adalah suara Aris yang memanggilku dari balkon kamar tidur sepupunya. Sambil melambaikan tangan ia berteriak namaku. Aku pun membalasnya dengan senyum manis dan seakan ikut melambaikan tangan. Aris memberiku isyarat agar aku menunggunya disini dan dia akan turun untuk menyusulku. Tentu saja aku menyanggupi isyaratnya tersebut. Aris menyusulku di paviliun sambil membawa kamera digitalnya.

Kami pun ngobrol-ngobrol sebentar di paviliun lalu ia mengajakku pergi kesuatu tempat yang bagus untuk hunting foto. Aku pun menyanggupinya, lalu kami berdua pergi ketempat yang tidak begitu ramai dan jauh dari pusat kota sehingga tidak banyak kendaraan yang lewat apalagi asap kendaraan bermotor. Tempat ini masih bersih dan terasa sejuk karena rumput-rumput hijau yang tumbuh subur disini, seperti taman tapi lebih mirip padang ilalang atau padang rumput. Kami berdua pun segera hunting foto berdua dan mengambil momen-momen indah hingga sore itu tiba dan kami menunggu saat yang tepat yaitu sunset atau matahari terbenam. Beruntung saja, Aris sempat menangkap momen indah tersebut yang mana di gambar itu pun ada bayanganku yang nampak melihat ke arah matahari tersebut, mungkin itu hal yang mudah bagi Aris karna dia kan fotografer handal. Jadi setiap momen yang dia tangkap pasti hasilnya selalu bagus, berbanding jauh dengan aku. Tapi aku senang, di dalam kameranya semua ternyata banyak sekali fotoku yang berhasil ia tangkap tanpa sepengetahuan aku.

Agak sedikit kesal memang karena ada beberapa foto yang memang jelek, menurutku. Tapi, Aris bilang semua objek foto yang ia foto padaku itu semua bagus dan indah.
Aku dan Aris memang pulang agak kemalaman, ya baru jam 8 malam sih tapi kami sudah pergi dari pagi jadi bisa terhitung berapa lama kami pergi. Tapi untunglah, ayah dan ibuku tak marah padaku karena pulang kemalaman, mereka malah meledekku karena dari kemarin aku begitu dekat dengan Aris. Yah tak apalah, aku pun justru senang diledek seperti itu. Dan setelah mengenalku, kini Aris lebih sering menginap di rumah mas Adit ketimbang di rumahnya sendiri dengan alasan ingin selalu bertemuku. Tapi orangtua Aris pun tak melarang jika ia terus menginap di rumah mas Adit.
17 Februari 2013 adalah tepat dimana kini hari ulang tahunku. Tidak ada perayaan khusus memang atau perayaan secara besar-besaran layaknya tahun-tahun sebelumnya. Tapi yang berbeda tahun ini adalah kehadiran Aris dalam hidupku yang kini semakin berarti, ia memberiku sebuah kado istimewa yang berisi bingkai foto berwarna hitam klasik yang di dalamnya terselip berbagai macam fotoku dengan latar dan waktu yang berbeda dan yang membuatku terkejut lagi, di foto tersebut ada sebuah tulisan yang sangat berarti “Would you be my girl?” tentu saja aku mengamini pertanyaan tersebut dan tepat pada hari ulang tahun ku tersebut lah aku dan Aris akhirnya betul-betul menjadi seorang pasangan kekasih. Thanks God! The dream comes true. Aris is mine.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Harriz Fadillah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger